Senin, 06 Oktober 2014


Mudah sekali merasa penuh harapan dihari indah
Seperti sekarang ini
Tapi akan ada masa gelap menanti kita kedepannya
Ada masanya kalian merasa kesepian
Itulah saat dimana harapan sangat dibutuhkan
Tak peduli betapa sulit masa yang kau jalani
Atau betapa menderitanya dirimu
Kau harus berjanji kepadaku
Bahwa kau akan terus memegang teguh harapan
Teruslah bertahan....
Kita harus bangkit dari penderitaan kita
Harapnku untuk kalian
Kalian akan menjadi harapan
Semua orang membutuhkan harapan
Walaupun kita gagal
Itu tetaplah cara terhebat menjalani hidup ini
Saat kita memandang sekitar kita hari ini
Kepada semua orang yang membantu kita
Menjadi seperti sekarang ini
Aku tahu rasanya mengucapkan selamat tinggal
Tapi kita akan membawa kenangan satu sama lain
Kedalam perjalanan hidup kita selanjutnya
Untuk mengingatkan diri kita sebenarnya
Dan akan menjadi apa kita ?
3 tahun bersamamu begitu luar biasa
Aku akan merindukanmu selalu

diambil dari film Crazy Spiderman 2

Sabtu, 20 September 2014



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pulau Lombok
Pulau Lombok (jumlah penduduk pada tahun 2001: 2.722.123 jiwa) adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelat barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau ini kurang lebih berbentuk bulat dengan semacam "ekor" di sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Luas pulau ini mencapai 5.435 km², menempatkannya pada peringkat 108 dari daftar pulau berdasarkan luasnya di dunia. Kota utama di pulau ini adalah Kota Mataram.
1.    Pembagian Administratif
Lombok termasuk provinsi Nusa Tenggara Barat dan pulau ini sendiri dibagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kotamadya:
a)  Kotamadya Mataram
b)  Kabupaten Lombok Barat
c)   Kabupaten Lombok Tengah
d)  Kabupaten Lombok Timur
e)   Kabupaten Lombok Utara
2.    Demografi
Sekitar 80% penduduk pulau ini adalah suku Sasak, sebuah suku bangsa yang masih dekat dengan suku bangsa Bali, tetapi sebagian besar memeluk agama Islam. Sisa penduduk adalah orang BaliJawaTionghoa dan Arab.
3.    Bahasa
Disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, penduduk pulau Lombok (terutama suku Sasak), menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa utama dalam percakapan sehari-hari. Di seluruh Lombok sendiri bahasa Sasak dapat dijumpai dalam empat macam dialek yang berbeda yakni dialek Lombok utara , tengah, timur laut dan tenggara. Selain itu dengan banyaknya penduduk suku Bali yang berdiam di Lombok (sebagian besar berasal dari eks Kerajaan Karangasem), di beberapa tempat terutama di Lombok Barat dan Kotamadya Mataram dapat dijumpai perkampungan yang menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa percakapan sehari-hari.
B.       Suku Sasak
Suku Sasak adalah suku bangsa yang mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar suku Sasak beragama Islam, asal nama sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan. Dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok. Yakni Lombok Sasak Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata "sa'-saq" yang artinya yang satu. Kemudian Lombok berasal dari kata Lomboq yang artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa' Saq Lomboq artinya sesuatu yang lurus. banyak juga yang menerjemahkannya sebagai jalan yang lurus. Lombo Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari kakawin Nagarakretagama ( Desa warnana ), sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan kepemerintahaan kerajaan Majapahit, gubanan Mpu Prapanca. kata "lombok" dalam bahasa kawi berarti lurus atao jujur, "Mirah" berarti permata, "sasak" berarti kenyataan dan "adi" artinya yang baik atau yang utama. Maka Lombok Mirah Sasak Adi berarti kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama.

1.    Bahasa Sasak
Bahasa Sasak dipakai oleh masyarakat Pulau Lombok, provinsi Nusa Tenggara Barat. Bahasa ini mempunyai gradasi sebagaimana bahasa Bali dan bahasa Jawa. Bahasa Sasak serumpun dengan bahasa Sumbawa.
Bahasa Sasak mempunyai dialek-dialek yang berbeda menurut wilayah, bahkan dialek di kawasan Lombok Timur kerap sukar dipahami oleh para penutur Sasak lainnya. Sebagai contoh, kawasan antar rukun warga (RW) yang hanya berjarak 500 meter sudah memiliki dialek yang sangat berbeda.
a.       Dialek bahasa Sasak
Bahasa Sasak biasanya dibagi menjadi lima dialek:
1)       Kuto-Kute (Utara),
2)       Ngeto-Ngete (Timur laut)
3)       Meno-Mene (Tengah)
4)       Ngeno-Ngene (Timur tengah, Barat tengah)
5)       Meriaq-Mriku (selatan tengah)
Beberapa kosakata bahasa sasak
aku = aku
balé = rumah
pacu = rajin
tokol = uduk
nine = cewek
tiang = saya
baruq = baru saja
lekaq, ajaq = bohong
nganjeng = berdiri
mame = cowok
side = kamu
kodeq = kecil
tetu = benar
merarik = nikah
kereng = sarung
tampi aseh = terima kasih
beleq = besar
ore = berantakan
dedare = gadis
mele = mau
kaken = makan
tangkong = baju
brembe = bagaimana
bebalu = janda
pire = berapa
kanggo = memakai
mbé = mana
ceket = pandai

papuk nine = nenek
mesaq = sendiri
iku, tie = itu
sai = siapa
ndeq = tidak
papuk mame = kakek
tindok = tidur

2.    Sistem Religi
Sebagian besar penduduk pulau Lombok terutama suku Sasak menganut agama Islam. Agama kedua terbesar yang dianut di pulau ini adalah agama Hindu, yang dipeluk oleh para penduduk keturunan Bali yang berjumlah sekitar 15% dari seluruh populasi di sana. Penganut Kristen, Buddha dan agama lainnya juga dapat dijumpai, dan terutama dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan etnis yang bermukim di pulau ini. Organisasi keagamaan terbesar di Lombok adalah Nahdlatul Wathan (NW), organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan berbagai level dari tingkat terendah hingga perguruan tinggi.
Di Kabupaten Lombok Utara, tepatnya di daerah Bayan, terutama di kalangan mereka yang berusia lanjut, masih dapat dijumpai para penganut aliran Islam Wetu Telu (waktu tiga). Tidak seperti umumnya penganut ajaran Islam yang melakukan salat lima kali dalam sehari, para penganut ajaran ini mempraktikan salat wajib hanya pada tiga waktu saja. Konon hal ini terjadi karena penyebar Islam saat itu mengajarkan Islam secara bertahap dan karena suatu hal tidak sempat menyempurnakan dakwahnya.

3.    Sistem Teknologi Suku sasak
a.    Rumah Adat
Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana tertulis dalam kitab Nagara Kartha Garna karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikan tradisinya. Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan suku Sasak adalah bentuk bangunan  rumah adatnya.
Rumah adat dibangun berdasarkan nilai estetika dan local wisdom masyarakat, seperti halnya rumah tradisional suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Suku Sasak mengenal beberapa jenis bangunan sebagai tempat tinggal dan juga tempat penyelanggaraan ritual adat dan ritual keagamaan.
Atap rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Lantainya dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami. Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat tersebut didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu. Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela.
Orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun rumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sempah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, hal tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).
Rumah adat suku Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah (fondasi). Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu (bedek), hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya dibagi menjadi ruang induk meliputi bale luar ruang tidur dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan. Ruangan bale dalem juga dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tanggan lainnya) tersebut dari bambu ukuran 2x2 meter persegi. Kemudian ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem sorong (geser). Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah kotoran kerbau/kuda, getah, dan abu jerami.
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah Bale Tani, Bale Jajar, Berugag/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bele Tajuk. Dan nama bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat.
1)   Bale Tani
Adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai petani
2)   Bale Jajar
Merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengan ke atas. Bentuk Bale Jajar hampir sama dengan Bale Tani, yang membedakan adalah jumlah dalem balenya.
3)   Sekepat
Berfungsi sebagai tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Berugaq / sekupat juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar).
4)   Sekenam
Digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.
5)   Bale Bonter
Dipergunakan sebagai ternopat pesangkepan / persidangan adat, seperti: tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat, dan sebagainya. Umumnya bangunan ini dimiliki oleh para perkanggo /Pejabat Desa, Dusun/kampung.
6)   Bale Beleq Becingah
Adalah salah satu sarana penting bagi sebuah Kerajaan. Bale Beleqdiperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga disebut “Becingah”.
7)   Bale Tajuk
Merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki keluarga besar. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.
8)   Bale Gunung Rate
Bale gunung rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan, sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk menghindari banjir, oleh karena itu biasanya berbentuk rumah panggung.

b.    Benda-benda
1)   Sabuk Belo
Sabuk belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya.
2)   Gendang Beleq
Salah satu alat musik berupa gendang berbentuk bulat dengan ukuran yang besar. Gendang beleq ini tediri dari 2 jenis yang disebut gendang mama (yang dimainkan oleh laki-laki) dan gendang nina (yang dimainkan oleh perempuan). Konon, pada jaman dahulu, musik Gendang Beleq digunakan untuk mengantar prajurit yang hendak berangkat berperang. Sekarang alat musik ini sering digunakan untuk mengiringi rombongan pengantin atau menyambut tamu-tamu kehormatan. Gendang ini digunakan sebagai pembawa dinamika dalam kesenian Gendang Beleq.
3)   Ende
Sebuah perisai yang terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Ende (perisai) ini dipergunakan dalam kesenian bela diri yang disebutPeriseian. Periseian adalah kesenian bela diir yang sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di Lombok, awalnya dalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran.
4)   Peralatan Untuk Bekerja
Masyarakat sasak memiliki alat-alat penunjang untuk mereka bekerja, antara lain pacul (tambah), bajak (tenggalae), alat untuk meratakan tanah (rejak), parang, kodong, ancok dan lain sebagainya. Alat-alat tersebut digunakan masyarakat sasak untuk bekerja, baik sebagai petani, berkebun atau berladang.
5)   Peralatan Untuk Membangun Rumah
Peralatan-peralatan yang digunakan masyarakat suku sasak untuk membangun rumah adat mereka antara lain jerami dan alang-alang yang digunakan untuk membuat atap rumah mereka, bedek (anyaman dari bambu yang digunakan untuk membuat dinding), kayu-kayu penyangga, getah pohon kayu bantem dan bajur, kotoran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai, abu jerami yang digunakan sebagai campuran mengeraskan lantai.
4.    Sistem Mata Pecaharian Suku Sasak
Secara tradisional mata pencaharian terpenting dari sebagian besar orang Sasak adalah dalam lapangan pertanian. Dalam lapangan pertanian mereka bertanam padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedele, sorgum. Selain itu, mereka mengusahakan kebun kelapa, tembakau, kopi, tebu. Perternakan merupakan mata pencaharian sambilan. Mereka beternak sapi, kerbau dan unggas. Mata pencaharian lain adalah usaha kerajinan tangan berupa anyaman, barang-barang dari rotan, ukir-ukiran, tenunan, barang dari tanah liat, barang logam, dan lain-lain. Di daerah pantai mereka juga menjadi nelayan. Dalam rangka mata pencaharian tadi mereka menggunakan teknologi berupa pacul (tambah), bajak (tenggale), parang, alat untk meratakan tanah (rejak), kodong, ancok, dan lain-lain.
Menurut data dari pemerintah Lombok Timur, mata pencaharian penduduk di Kabupaten Lombok Timur sebagian besar dari sektor pertanian (59,55 %), selebihnya dari sektor perdagangan, hotel , restauran 11,95 %; jasa-jasa 9,14 %; industri 8,83 % dan lain-lain 10,53 %. Keadaan ini juga diperlihatkan dari pola penggunaan lahan yang ada, yaitu permukiman 5,01 %; pertanian (sawah, lahan kering, kebun, perkebunan) 48 %; hutan 34 %; tanah kosong (tanduns, kritis) 1 %; padang (alang, rumput dan semak) 9 %; perairan 0,6 %; pertambangan 0,2 % dan lain-lain penggunaan 5 %.
Salah satu yang menjadi ciri khas dari suku sasak di Lombok – Nusa Tenggara Barat adalah para wanita suku Sasak yang pandai menenun. Hasil tenun yang terkenal yaitu Tenun Ikat yang dihasilkan oleh tangan-tangan terampil wanita suku sasak. Bagi masyarakat suku sasak, kedewasaan wanita yang siap untuk berkeluarga dapat dilihat dari seberapa pandai wanita tersebut membuat kain tenun ikat. Ini bisa dijadikan acuan bahwa wanita suku sasak yang sudah pandai menenun, dia sudah dianggap menjadi wanita dewasa dan layak berkeluarga. Keahlian menenun juga akan berdampak baik bagi kehidupan keluarga nantinya. Dengan pandai menenun, wanita suku sasak dapat membantu perekonomian keluarga yang biasanya para lelaki suku sasak hanya mendapatkan uang dari hasil berkebun atau berladang.
Kain tenun yang dihasilkan oleh suku sasak , Lombok – Nusa Tenggara Barat dibuat dengan cara-cara yang masih sangat tradisional. Alat-alat tradisional yang mereka pakai masih tetap sama seperti apa yang digunakan oleh nenek moyang mereka. Bahan-bahan yang digunakam juga berasal dari alam.
Mereka menggunakan benang-benang yang berasal dari serat-serat tumbuhan seperti serat nanas, serat pisang, kapas dan dari kulit kayu. Warna-warni dari kain berasal dari warna alami tanpa ada campuran bahan kimia, namun dengan itu membuat kualitas kain tenun ikat yang dihasilkan masyarakat suku sasak memiliki kualitas yang buruk, justru karena keunikan dan kekhasannya yang berasal dari alam, kain tenun hasil masyarakat suku sasak bernilai kualitas dan harga tinggi.
Pada awalnya, kerajinan tenun ikat digunakan untuk busana pesta, busana pemimpin adat, maupun busana kaum bangsawan. Namun seiring perkembangan jaman, kedudukan tenun ikat ini meluas menjadi salah satu komoditi dari suku Sasak. Dan selain sebagai mata pencaharian sehari-hari, kegiatan menenun ini juga mereka jadikan sebagai daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung, baik wisatawan local maupun wisatawan mancanegara sangat meminati kain tenun ikat buatan masyarakat suku sasak ini.

5.    Sistem Kemasyarakatan Suku Sasak
a.    Pelapisan Sosial
Di daerah lombok secara umum terdapat 3 Macam lapisan sosial masyarakat :
1)   Golongan Ningrat ; Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan keningratan ini merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama depan keningratan ini adalah ” lalu ” untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah. Sedangkan apabila merka telah menikah maka nama keningratannya adalah ” mamiq “. Untuk wanita ningrat nama depannya adalah ” lale”, bagi mereka yang belum menikah, sedangkan yang telah menikah disebut ” mamiq lale”.
2)    Golongan Pruangse ; kriteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan “  bape “, untuk kaum laki-laki pruangse yang telah menikah. Sedangkan untuk kaum pruangse yang belum menikah tak memiliki sebutan lain kecuali nama kecil mereka, Misalnya seorang dari golongan ini lahir dengan nama si ” A ” maka ayah dari golongan pruangse ini disebut/dipanggil ” Bape A “, sedangkan ibunya dipanggil ” Inaq A “. Disinilah perbedaan golongan ningrat dan pruangse.
3)    Golongan Bulu Ketujur ; Golongan ini adalah masyarakat biasa yang konon dahulu adalah hulubalang sang raja yang pernah berkuasa di Lombok. Kriteria khusus golongan ini adalah sebutan ” amaq ” bagi kaum laki-laki yang telah menikah, sedangkan perempuan adalah ”inaq “.

Di Lombok, nama kecil akan hilang atau tidak dipakai sebagai nama panggilan kalau mereka telah berketurunan. Nama mereka selanjutnya adalah tergantung pada anak sulungnya mereka. Seperti contoh di atas untuk lebih jelasnya contoh lainnya adalah bila si B lahir sebagai cucu, maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil Papuk B. panggilan ini berlaku untuk golongan Pruangse dan Bulu Ketujur. Meraka dari golongan Ningrat Mamiq A dan Mamiq lale A akan dipanggil Niniq A.

b.    Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan di Tolot-tolot khususnya dan lombok selatan pada umumnya adalah berdasarkan prinsip Bilateral yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui pria dan wanita. Kelompok terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Pada masyarakat lombok selatan ada beberapa istilah antara lain :
1)      Inaq adalah panggilan ego kepada ibu.
2)      Amaq adalah panggilan ego kepada bapak.
3)      Ari adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau adik laki-laki.
4)      Kakak adalah panggilan ego kepada saudara sulung laki-laki ataupun perempuan.
5)      Oaq adalah panggilan ego kepada kakak perempuan atau laki-laki dari ibu dan ayah.
6)      Saiq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ayah atau ibu.
7)      Tuaq adalah panggilan ego kepada adik laki-laki dari ayah atau ibi.
8)      Pisak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ibu.
9)      Pusak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ayah.

Untuk masyarakat kaum kerabat di tolot-tolot pada khususnya dan lombok selatan pada umumnya mencakup  10 generasi ke bawah dan 10 generasi ke atas tersebut sebagai berikut :

Generasi ke Bawah
Generasi ke Atas
1.      Inaq/amaq
1.      Anak
2.      Papuk
2.      Bai
3.      Balok
3.      Balok
4.      Tate
4.      Tate
5.      Toker
5.      Toker
6.      Keletuk
6.      Keletuk
7.      Keletak
7.      Keletak
8.      Embik
8.      Embik
9.      Mbak
9.      Ebak
10.  Gantung Siwur
10.  Gantung Siwur

(Sumber : Daliem, Mimbarman, ” Lombok Selatan Dalam Pelukan Adat Istiadat Sasak” 1981-1982)


c.    Prosedur dan Prinsip-Prinsip Penyelesaian Konflik
Dalam menyelesaikan konflik melalui sedikitnya 3 fase, yaitu :
1)      Pihak yang dihadiri bersengketa mengemukakan masalahnya masing-masing dengan dihadiri pula dengan saksi-saksi yang meringankan atau yang memberatkan.
2)      kemudian masing-masing anggota kerame memberikan fatwa berdasarkan hukum adat dan fatwa agama kepada yang bersangketa agar bersedia berdamai atau menaati hukum adat yang berlaku.
3)      Setelah proses pemeriksaan (musyawarah) selesai, maka akan diakhiri dengan pemberian keputusan, yaitu keputusan berupa perdamaian (soloh) atau penjatuhan hukuman.Kesepakatan damai (soloh) tersebut sangat mengikat baik individu yang bersengketa mauoun terhadap masyarakat dan oleh karena itu acapkali keputusan

“Soloh “ mempunyai kekuatan hukum yang sangat kuat karena acap kali dijadikan landasan hukum oleh pengadilan. Keputusan lain yang mungkin dijatuhkan oleh “Kerama” adalah dengan pemberian hukuman berupa denda dengan mempergunakan standar uang bolong (kepeng) dan hewan atau dedosan. Sedangkan bagi masyarakat yang melakukan kesalahan besar seperti Ngeletuhing Jagad-meresahkan dunia, misalnya perzinaan, penduruan, dan lain-lain, maka hukumannya berupa diasingkan dari masyarakat (eteh selon).Pemeriksaan atau persidangan kasus-kasus oleh Krama Desa dilakukan secara terbuka dimana seluruh anggota kerama dan masyarakat boleh menyaksikan baik tua maupun muda, pria maupun wanita, dan benar-benar dilaksanakan secara kekeluargaan, suasana silaturrahmi, tidak memihak, dan cepat serta sederhana.

Faktor yang mempengaruhi masyarakat menyelesaikan konfliknya kepada pranata kultural, yaitu :
1.      Penghormatan kepada sistem nilai hukum adat dan nilai-nilai agama yang meresap di sanubari masyarakat Sasak yang dikenal sebagai masyarakat yang patuh dan taat beribadah dan pulaunya dijuluki “Pulau Seribu Masjid”
2.      Adanya penghormatan yang tulus dan tinggi kepada pemuka agama (Tuan Guru). Pemuka adat dan masyarakat (Penghulu Desa) yang akan mampu menyelesaikan konfliknya secara damai dan jujur.
3.      Untuk menjaga hubungan silaturrahmi dan menjaga hubungan agar tidak terputus.
4.      Menghindari adanya istilah kalah dan menang dalam perkara yang dapat merugikan kedua belah pihak.

d.   Prosedur dan Tata cara Perkawinan Suku Sasak
Pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan meracik atau selarian.
Caranya cukup sederhana, gadis pujaan itu tidak perlu memberitahukan kepada kedua orangtuanya. Bila ingin menikah, gadis itu dibawa. Mencuri gadis dengan melarikan dari rumah menjadi prosesi pernikahan yang lebih terhormat dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Ada rasa ksatria yang tertanam jika proses ini dilalui. Namun jangan lupa aturan, mencuri gadis dan melarikannya biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat laki-laki.
Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh diketahui keluarga perempuan. 'Nyelabar', istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan itu dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak diperbolehkan ikut.
Rombongan 'nyelabar' terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan berpakaian adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan. Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau tetua adat setempat, sekedar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu utusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan.
Setelah selesai proses pernikahan, pihak keluarga lelaki akan mengadakan pesta perkawinan ataupun di sebagian tempat kedua belah pihak akan megadakan pesta kemudian di pernhujung hari pesta pihak keluarga lelaki akan membawa rombogan sebanyak mungkin dengan berpakaian adat dan diiringi musik tradisional untuk mengiringi kedua mempelai bentandang ke rumah keluarga perempuan. dan setelah segalanya selesai pihak kelurga lelaki sekali lagi akan bertandang kerumah penganti perempuan sekali lagi untuk berkenal-kenalan dengan anggota keluarga perempuan. Maka sempurnalah adat perkawinannya.


6.    Sistem Pengetahuan Suku Sasak
Suku Sasak mempunyai pengetahuan yang didapatkan turun temurun dari nenek moyang mereka tentang pembuatan lantai dari rumah mereka khususnya rumah adat mereka atau dengan kata lain sistem pengetahuan pada Suku Sasak erat kaitanya dengan pengetahuan yang berkaitan dengan adat dan kebudayaan suku Sasak. Seperti contoh dalam lantai rumah mereka dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Kemudian contoh lain mengenai pembuatan rumah adat suku sasak yang tempat dan waktunya itu tidak dilaksakan dengan sembarangan tetapi harus berdasarkan adat dat kebudayaan melalui pengetahuan yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka.

7.    Sistem Kesenian Suku Sasak
Masyarakat Suku Sasak merupakan salah satu dari sekian ribu suku yang tak kalah kreatif, banyak hasil-hasil karya suku tersebut selain dari sisi kerajinan maupun yang bernilai kesenian yang bersifat menghibur.
a.         Tari gandrung merupakan tari pergaulan muda mudi dan bersifat hiburan, struktur penyajiannya terbagi menjadi empat bagian:
1)      Bapangan mengambarkan seorang gadis yang ingin menarik perhatian lawan jenisnya dengan memperlihatkan kemampuannya sendiri.
2)      Tangis penggambaran perasaan rindu pada seorang untuk diajak berkomunikasi, diungkapkan lewat lirik lagu. Penepekan, memilih seorang yang disenangi untuk diajak menari, calon penari yang terpilih dinyatakan dengan sentuhan kipas oleh penari gandrung.
3)      Pengibingan, yaitu menari bersama antara penari dengan penonton yang ditepek atau terkena kipas. Penari memakai busana kain panjang baju , kemben, gelung, ampok-ampok, bapang dan membawa property kipas, pada bagian gelung dilengkapi dengan semacam senjat dari bambu yang diruncingkan, gunanya untuk melindungi dari gangguanpasangan menari yang nakal.

b.      Gendang beleq Merupakan alat musik tabuh yang berbentuk bulat panjang, biasanya digunakan pada saat tradisi nyongkolan, gendang belek juga dilengkapi dengan gon, terumpaq dan seruling.

c.       Peresean

Presean adalah salah salah satu kekayaan budaya bumi gogo rancah (lombok). Acara ini berupa pertarungan dua lelaki Sasak bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) serta berperisai kulit kerbau tebal dan keras (ende).Petarung biasa disebut pepadu. Presean bermula dari luapan emosi para prajurit jaman kerajaan taun jebot (dahulu kala) sehabis mengalahkan lawan di medan perang. Acara tarung presean ini juga diadakan untuk menguji keberanian/nyali lelaki sasak yang wajib jantan dan heroik saat itu.
Uniknya dari pertarungan presean, pesertanya tidak pernah dipersiapkan secara khusus.Pepadu atau petarung dicomot (diambil) dari penonton yang mau adu nyali dan ketangguhan mempermainkan tongkat rotan dan perisai yang disediakan.Penonton/calon peserta bisa mengajukan diri atau dipilih oleh wasit pinggir (pakembar sedi). Setelah mendapat lawan, pertarungan akan dimulai dan dimpimpin oleh wasit tengah (pekembar).
Duel dua pepadu diadakan dalam lima ronde, pemenangnya ditentukan oleh hasil nilai yang diperoleh atau salah satu pepadu bocor kepala, bedarah-darah, atau kibar bendera putih.
Uniknya, di sela-sela pertarungan para pepadu plus para wasit harus menari jika musik dimainkan.Mungkin maksudnya untuk melepas ketegangan selama jalannya pertandingan. Tarian rotan dari Lombok ini  sudah dikenal masyarakat Sasak secara turun temurun. Awalnya merupakan sebuah bagian dari upacara adat  yang menjadi ritual untuk memohon hujan ketika kemarau panjang. Sebuah tradisi-yang dalam perkembangan kemudian-sekaligus berfungsi sebagai hiburan yang banyak diminati.Sebagai salah satu upaya melestarikan budaya daerah, Presean Lombok pun mulai sering dilombakan. Pertandingan diakhir dengan salam dan pelukan persahabatan antar petarung. Tanda tiada dendam dan semua hanyalah permainan.

8.    Problematika Kebudayaan Suku Sasak
Nilai budaya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia,  terdapat tiga kemungkinan, yaitu: nilai budaya yang lebih mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya. Nilai budaya seperti ini dicirikan oleh kecenderungan masyarakat berpedoman pada tokoh-tokoh masyarakat,  orang-orang yang dianggap senior atau orangorang yang menjadi atasannya. Berikutnya adalah nilai budaya yang lebih mementingkan hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya; dimana manusia merasa sangat tergantung kepada sesamanya, sehingga senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesamanya. Nilai budaya seperti ini dicirikan oleh menonjolnya aktivitas masyarakat dalam kegiatan gotong royong dan tolong menolong. Selain itu, ada nilai budaya yang tidak membenarkan bahwa manusia hidup harus tergantung pada orang lain. Masyarakat dengan nilai budaya seperti ini sangat individualis, mandiri, dan senantiasa berusaha mencapai tujuannya dengan sedikit mungkin melibatkan orang lain.
a.       Pengaruh Pariwisata Terhadap Budaya Lokal
Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu (Spillane,1987:21).
Perkembangan pariwisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap budaya lokal, dimana terlihat pada pariwisata dapat memacu motivasi kreativitas untuk berkarya lebih inovatif dan lebih variatif sesuai dengan kebutuhan pariwisata dan meningkatnya persaingan bisnis. Dapat mengetahui budaya dari berbagai negara terutama melalui berbagai pesanan karya seni selain yang di hasilkan oleh masyarakat lokal. Dan berpengaruh negatif, yang terlihat pada masyarakat yang dulunya hidup sederhana menjadi pola hidup konsumtif, di mana masyarakatnya hampir semua menerapkan pola hidup mewah dan pola hidup instan dalam mengejar prestise, dan berkurangnya sifat kebersamaan karena adanya pengaruh budaya barat terutama tuntutan dari pengerjaan kerajinan modern yang lebih bersifat individual tidak seperti dalam pengerjaan kerajinan tradisional yang lebih bersifat komunal atau secara berkelompok.
Pada masyarakat lokal Suku Sasak nilai budaya yang berkembang sebelum masuk pariwisata, cenderung lebih mementingkan hubungan horizontal, dibandingkan hubungan vertikal atau individual. Dalam banyak hal memang masyarakat masih banyak tergantung pada orang-orang yang ditokohkan, seperti tokoh agama yang disebut ”Tuan Guru” atau ”Ustaz” atau tokoh-tokoh adat yang disebut ”keliang”  atau tokoh-tokoh formal, seperti Kepala Desa, Camat atau Bupati. Namun ketergantungan masyarakat terhadap tokoh-tokoh masyarakat tersebut, masih dalam lingkup terbatas, yaitu pada bidang kegiatan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat itu. 
Dalam kehidupan sehari-hari; masyarakat lebih mementingkan hubungan horizontal yang terlihat dari aktivitas gotong royong dan tolong menolong yang dilakukan. Untuk mendapatkan gambaran tentang aktivitas gotong royong dan tolong menolong, sebelum dan setelah berkembang pariwisata, dapat disimak dari penuturan Djohan Bachry (46 tahun, Dosen Fakultas Pertanian yang pernah melakukan penelitian di Kawasan Senggigi) berikut : ”menyangkut solidaritas sosial atau saling tolong menolong antara  sesama warga tidak banyak mengalami perubahan antara sebelum dengan setelah berkembang pariwista. Misalnya jika salah seorang warga mengalami kematian, maka solidaritas sosial muncul secara spontan. Hal ini ditunjukkan melalui kepedulian untuk turut terlibat dalam proses penanganan masalah yang berhubungan dengan kematian tersebut. Bila warga mendengar kematian salah seorang warga, maka sudah menjadi tradisi ibu-ibu akan pergi melayat ke rumah ”ahlul musibah” dengan membawa segantang beras yang dalam istilah lokal disebut ”belangar”. Sementara kaum pria dewasa akan melibatkan diri dalam pembuatan keranda jenazah yang disebut ”korong batang”, kemudian memandikan jenazah, mensholatkan, dan mengantarnya ke pemakaman. Solidaritas sosial terus berlanjut sampai sembilan malam, yaitu melakukan acara tahlilan di rumah duka. Solidaritas sosial seperti ini masih berlanjut sampai sekarang. Hal yang mengalami pergeseran atau perubahan yang cukup signifikan adalah pada cara menyikapi kematian tersebut. Dulu sebelum masuk pariwisata, kalau ada warga yang meninggal dunia, maka warga sekampung tidak dibenarkan bahkan ditabukan untuk bekerja ke luar kampung. Tapi sekarang, hal tersebut tidak terlalu mengikat; yang masih mengikat adalah kewajiban untuk turut dalam acara pemakaman dan tahlilan selama sembilan malam”.
Akibat lain dari berkembangnya pariwisata terhadap suku sasak adalah semakin melebarnya arus modernisasi yang membawa pada rusaknya moral generasi muda suku sasak karena melalui modernisasi ini sudah tampak disuku sasak dengan adanya pembangunan hotel-hotel dan kafe-kafe, bahkan sekarang pulau Lombok pun dikenal sebagai “Party Island” oleh para turis mancanegara. Pesta musik di tepi pantai, lampu-lampu disko dengan musik gemerlap pun menghiasi setiap hotel,Bar dan pantai-pantai setiap malamnya. Artinya sedikit demi sedikit Budaya hidup barat mulai menggusur tatanan hidup masyarakat khususnya generasi muda. Inilah pulau Lombok, pulau seribu mesjid. Apa yang daerah ini pertahankan dan banggakan setelah alam, budaya, agama, dan manusia telah tergadai oleh keadaan itu, belum lagi ketidak pedulian pemerintah terhadap keberlangsungan tradisi lokal Suku Sasak yang membuat semakin terkikisnya budaya Suku Sasak ini.




























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang (masyarakat) dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sedangkan, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Pulau Lombok  adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelat barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. samudra indonesaia di sebelah utara dan samudra hindia disebelah seletan.
Etnis Sasak merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok, suku sasak merupakan etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Pemeluk agama islam yang taat, dengan bahsa sasak sebagai bahasa utama dalam berkomonikasi kehidupan sehari-hari. Bermata pencaharian sebagai petani.
Di daerah lombok secara umum terdapat 3 Macam lapisan sosial masyarakat, yaitu Golongan Ningrat, Golongan Pruangse, dan Golongan Bulu Ketujur ( Masyarakat Biasa ).
Adat istiadat suku sasak dapat di saksikan pada saat resepsi perkawinan, yang dikenal dengan sebutan "Merarik" atau "Selarian".
Budaya Presean atau bertarung dengan rotan salah satu kekayaan budaya gumi (bumi) gogo rancah (lombok).  Berupa pertarungan dua lelaki Sasak bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) serta berperisai kulit kerbau tebal dan keras (ende).Petarung disebut pepadu.Acara tarung presean ini juga diadakan untuk menguji keberanian/nyali lelaki sasak yang wajib jantan dan heroik saat itu. Awalnya merupakan sebuah bagian dari upacara adat  yang menjadi ritual untuk memohon hujan ketika kemarau panjang.



B.     Saran
Kita selaku maha siswa hendaknya dapat lebih gencar lagi dalam pembuatan karya ilmiah atau penelitian tentang kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia, karena hal tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak upaya untuk melestarikan budaya yang ada di daratan Indonesia tercinta ini, karena jangan sampai budaya yang kita miliki diakui oleh pihak lainnya dengan alasan akibat kelalaian dan sikap ketidak pedulian kita terhadap budaya sendiri.























DAFTAR PUSTAKA

Anonim.(2013). Suku Sasak Diambang Kehancuran. Tersedia online: http://blog-fiankilimanjaro.blogspot.com/2013/11. diakses tanggal 13 April 2014
Ihsan (2012) Masyarakat dan Kebudayaan Suku Sasak, tersedian online: http://ihsangagah.blogspot.com/2012/02/masyarakat-dan-kebudayaan-suku-sasak-di.html, diakses tanggal 21 Februari 2014
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah (1978) Adat Istiadan Daerah Nusa Tenggara Barat, Jakarta: Balai Pustaka
(2012) Sistem Mata Pencaharian Suku Sasak : Universitas Negeri Jakarta, tersedia online di: http://unj-pariwisata.blogspot.com/2012/05/bab-v-sistem-mata-pencahariansistem.html, diakses tanggal: 21 Februari 2014
(2011) Sistem Sosial Masyrakat Sasak di Pulau Lombok, tersedia online di: http://blackbox45.blogspot.com/2011/11/sistem-sosial-masyarakat-sasak-di-pulau.html, diakses tanggal 21 Februaru 2014
(2012) Sistem Teknoligi Suku Sasak : Universitas Negeri Jakarta, tersedia online di: http://unj-pariwisata.blogspot.com/2012/05/bab-vi-sistem-teknologi-suku-sasak.html, diakses tanggal 21 Februaru 2014